Archive for September 2017


Jepang. Mungkin Negara bunga sakura ini tidak terdengar asing lagi di telinga kita. Tentu saja, siapa sih yang tidak tahu pemilik kereta tercepat di dunia? Atau mungkin Negara yang terkenal akan masyarakatnya yang rajin dan sopan?

Negara kepulauan yang terletak di Asia Timur ini acap kali dijadikan sebagai negara teladan. Semuanya tampak sempurna. Baik di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Seolah-olah tidak ada celah yang bisa ditemukan di dalamnya. Ditambah lagi dengan teknologinya yang canggih dan budayanya yang beragam serta keindahan alam yang dimaksimalkan potensinya, negara ini mampu menarik perhatian kita semua. Negara yang pernah menoreh luka di sejarah negara Indonesia ini termasuk negara yang dikategorikan sudah maju.

Menoreh luka? Ya. Jepang sempat jatuh cinta kepada negara Indonesia. Namun, bukannya membawa kedamaian, mereka justru membawa kemalangan. 3 tahun itu hanya indah diawal dengan janji-janji manis yang tidak pernah terealisasikan.
Lantas apa saja sih yang mereka lakukan terhadap negara kita tercinta?

1.        Militer

a.       Gerakan 3A

Berisi Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, Nippon pemimpin Asia.  Dipimpin oleh Syamsuddin dan bertujuan untuk menanamkan kepercayaan kepada rakyat bahwa Jepang adalah pembela Indonesia.

b.      PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)

Dibentuk pada 1 Maret 1943, yang dipimpin oleh empat serangkai, yaitu Ir.Soekarno, Moh.Hatta, KH.Dewantara dan KH.Masmansyur. Bertujuan untuk memberikan pembelaan kepada Jepang. Tetapi, bagi tokoh-tokoh Indonesia PUTERA justru untuk membina kader-kader bangsa dan menggembleng mental rakyat agar mampu berjuang menuju kemerdekaan.

c.       Badan Pertimbangan Pusat (Chuo Sang In)

Dibentuk pada tanggal 5 September 1943 atas anjuran Perdana Menteri Jenderal Hideki Tojo. Ketuanya adalah Ir. Soekarno sedangkan wakilnya adalah R.M.A.A Koesoemo Oetojo dan dr. Boentaran Martoatmojo. Tugas badan ini adalah memberi masukan dan pertimbangan kepada pemerintah Jepang dalam mengambil keputusan.

d.      PETA

3 Oktober 1943 Jepang membentuk barisan sukarela yang disebut Pembela Tanah Air yang disingkat PETA. Terdiri dari pemuda-pemuda Indonesia yang dilatih sebagai prajurit di bawah pengawasan opsir-opsir Jepang. Namun, kemudian Peta inilah yang kemudian menjadi inti dari Tentara Nasional Indonesia pada zaman Revolusi Kemerdekaan. Dengan adanya PETA, diharapkan rakyat Indonesia dapat mempertahankan wilayahnya sendiri, apabila sewaktu-waktu Jepang meninggalkan negeri ini. Itulah sebabnya, maka disetiap kabupaten dibentuk Peta. Nama Peta untuk tingkat kabupaten disebut Daidan, dan dikepalai oleh seorang Daidanco.

e.       Jawa Hokokai (Gerakan kebaktian Jawa)

Organisasi ini dibentuk karena semakin memanasnya perang Asia Pasifik dan memiliki tiga dasar, yaitu mengorbankan diri, mempertebal persaudaran dan melaksanakan tugas untuk Jepang.

f.        Pendidikan


Jepang menghilangkan diskriminasi/perbedaan yang diterapkan Belanda. Pada pemerintahan Jepang, siapa saja boleh mengenyam/merasakan pendidikan. Rakyat dari lapisan manapun berhak untuk mengenyam pendidikan formal.  Dalam acara penaikan bendera Jepang semua siswa menyanyikan lagu kebangsaan Jepang yaitu Kimigayo. Namun, aspek pendidikannya adalah sistem pengajaran yang disesuaikan untuk kepentingan perang. Sekolah Rakyat 3 tahun pada waktu itu diberi nama Futu Gakko, sedangkan sekolah rakyat 6 tahun diberi nama Ku Gakko. Selain itu bagi para siswa yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, maka diberi kesempatan yang bernama Sihan Gakko. 

2.       Ekonomi



Eksploitasi terhadap sumber daya alam Indonesia.Hal ini berupa ekploitasi bidang hasil pertanian, perkebunan, hutan, bahan tambang, dan lain-lain. Hasilnya hanya untuk keuntungan dan kepentingan Jepang sendiri tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat.


3.       Social budaya



Penyerahan hasil panen berupa padi dari rakyat secara paksa. Penyerahan ini sangat menyengsarakan rakyat. Disebabkan keinginan Jepang bukan sekedar permintaan tapi merupakan tuntutan yang harus dipenuhi masyarakat. Sehingga masyarakat banyak yang tersiksa. Bahkan banyak dari mereka yang tidak bis ammeenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

 Sekarang pertanyaannya, apakah Indonesia bisa menyamai kemajuan Jepang di era modern?
Indonesia memiliki banyak sumber daya alam yang menjanjikan. Jika Indonesia mau mengembangkan sumber daya ini dengan mandiri, tentu akan membawa banyak keuntungan. Seperti bisa terbebas dari utang, pembangunan lancar tanpa ada hambatan keuangan, dan sebagainya. Pun sumber daya manusia kita tidak kalah. Putra-putri Indonesia banyak yang memenangkan olimpiade internasional, menciptakan teknologi canggih seperti rompi pencegah kanker, dan masih banyak prestasi-prestasi yang membanggakan. Hal ini membuktikan bahwa kita bisa mengolah sendiri sumber daya alam kita tanpa harus bergantung kepada negara lain yang mungkin dalam kerjasamanya kita banyak dirugikan secara sadar maupun tidak. Jika SDA dan SDM itu dipadukan dengan baik, ekonomi Indonesia akan membaik.
Tak lupa juga dengan kebudayaan Indonesia yang sangat beragam. Aset budaya juga dapat menjadi pengisi kantong Negara. Namun, keberagaman budaya itu yang  justru malah terlupakan (atau dilupakan?) oleh masyarakat Indonesia sendiri. Kita cenderung berpikir bahwa budaya luar negeri lebih menarik daripada budaya Negara kita. Padahal, orang luar negeri berpikiran yang sebaliknya.
Kemajuan ekonomi yang baik juga akan membawa kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi. Putra-putri Indonesia bisa berkarya tanpa harus memikirkan biaya. Negara dapat memberikan beasiswa bagi mereka yang berprestasi dan menjanjikan kemajuan untuk Indonesia.
Tapi, mengapa Indonesia belum maju juga?
Jawabannya adalah karena kita, masyarakat Indonesia, kurang mengapresiasi prestasi saudara kita. Tidak seperti Jepang yang selalu menghargai, meskipun hanya untuk hal yang sepele. Kita cenderung mempersulit mereka, sehingga menghambat pergerakan orang-orang yang menjanjikan kemajuan. Contohnya seperti pak habibie yang bersikeras untuk memajukan Indonesia, tapi malah dihalang-halangi oleh orang dari kita. Walaupun tidak semua orang Indonesia yang berbuat demikian, tapi apa yang bisa diubah jika kita terus-terusan diam melihatnya?
Kita juga harus mengubah pola pikir kita yang telah teracuni oleh nikmat kehidupan. Hidup adalah untuk berjuang, bukan untuk berleha-leha. Jika saja nenek moyang kita tidak berusaha mati-matian untuk merdeka, mungkin kita tidak bisa hidup setenang ini atau bahkan mungkin kita tidak akan pernah ada di sini. Apakah harus dijajah dulu agar Indonesia mau berjuang mati-matian?

Jadi, temanku semua, jika dikatakan bisa menyamai atau tidak, jawabannya adalah bisa jika kita memiliki kemauan yang kuat untuk berubah. Tentu saja kita harus konsisten dengan keinginan kita tersebut dan merealisasikan mimpi-mimpi nenek moyang kita terdahulu, yaitu menjadi bangsa yang tidak hanya merdeka, tapi juga sejahtera.

Jepang

Posted by : Tika 0 Comments

- Copyright © Tinos - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -